Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Mei 2013

Sejarah Monumen Ronggolawe (Tugu Kuda) di Cepu

BLORA. Tugu Kuda di Cepu mempunyai nama asli Monumen Ronggolawe diambil dari nama pasukan Ronggolawe yg dipimpin Jendral Jati Kusuma. Pasukan Ranggalawe adalah pasukan laskar pembela bangsa dipimpin Jendral Jati Kusuma pada tahun 1948 saat peristiwa Afair madiun.

Monumen Ronggolawe Cepu berbentuk Patung Kuda yang menggambarkan titian Adipati Tuban yang bernama Ronggolawe.Tugu Ronggolawe atau Patung Kuda Cepu itu merupakan wujud kuda sembrani yang pemberani dan gagah seperti Adipati Tuban.

Monumen Ronggolawe (Tugu Kuda) Cepu diresmikan tanggal 10 November 1985 tepat pada saat peringatan Hari Pahlawan oleh Letjen Purn Rukmito Hendraningrat. Pembangunan Monumen Ronggolawe (Tugu Kuda) Cepu ini diprakarsai oleh Yayasan Ronggolawe di Jakarta tahun 1985. Tujuan Pembangunan Tugu Kuda Cepu untuk mengenang Pasukan Brigade Ronggolawe yang berjuang tahun 1948 di wilayah Cepu.

Tugu Kuda ini berlokasi di Jl. RSU timur Taman Seribu Lampu Kelurahan Balun Kecamatan Cepu dengan luas lahan 10 m2 tinggi 5 meter. Tugu Kuda dibuat dari batu dan tembaga, sedangkan patung kudanya dari tembaga asli dgn bentuk Kuda berdiri yang akan melompat. (infoBlora)

Selasa, 21 Agustus 2012

Samin dan Ajaran




Ajaran Saminisme muncul sebagai akibat atau reaksi dari pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang.Perlawanan dilakukan tidak secara fisik tetapi berwujud penentangan terhadap segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda misalnya dengan tidak membayar pajak. Terbawa oleh sikapnya yang menentang tersebut mereka membuat tatanan, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersendiri.




Tokoh perintis ajaran Samin Raden Surowijoyo. Pengetahuan intelektual Kyai Samin ini di dapat dari ayah, yaitu anak dari pangeran Kusumaniayu (Bupati Sumoroto, Lelaki kelahiran tahun 1859. Raden Surowijoyo melakukan perampokan pada keluarga kaya dan hasilnya dibagi-bagi kepada fakir miskin. KyaiSamin Surosantiko gerakan agresif revolusioner, Kyai Samin Surosantiko di cekal oleh Belanda dan dibuang di Tanah Lunto pada tahun1914, Kyai Samin Surosantiko merupakan generasi Samin Anom yang melanjutkan gerakan dari sang Ayah yang disebut sebagai Samin Sepuh. Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius. Daerah persebaran ajaran Samin menurut Sastroatmodjo (2003) diantaranya di Tapelan (bojonegara), Nginggil dan Klopoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunngsegara (Brebes), Kandangan (Pati), dan Tlaga Anyar (Lamongan). Ajaran di beberapa daerah ini merupakan sebuah gerakan meditasi dan mengerahkan kekuatan batiniah guna menguasai hawa nafsu.Sebab perlawaan orang Samin sebenarnya merefleksikan kejengkelan penguasa pribumi setempat dalam menjalankan pemerintahan di Randublatung. Sebagainya. Bahasa yang digunakan oleh orang Samin yaitu bahasa kawi yang ditambah dengan dialek setempat, yaitu bahasa kawi desa kasar. Suku Samin juga mengalami perkembangan dalam hal kepercayaan dan tata cara hidup. Kawasan daerah Pati dan Brebes, terdapat sempalan Samin yang disebut Samin Jaba dan Samin Anyar yang telah meninggalkan tatacara hidup Samin dahulu. Selain itu, di Klapa Duwur (Blora) Purwosari (Cepu), dan Mentora (Tuban) dikenal wong sikep, mereka ini dulunya fanatik, tapi kini meninggalkan arahan dasar dan memilih agama formal, yakni Budha-Dharma.Daerah penyebaran dan para pengikut ajaran SaminTersebar pertama kali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, JawaTimur.Dua tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak  pengikut Samin. Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan PergerakanSamin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305 keluarga sampaitahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen,dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.

Wong Sikep dari bahasa Jawa, berarti 'Orang Sikep'.Ungkapan ini merupakan sebutanuntuk masyarakat penganut ajaran Samin sebagai alternatif Wong Samin.Masyarakat pengikut Samin lebih menyukai disebut sebagai 'Wong Sikep' karena Wong Sikep berarti orang yang baik dan jujur, sebagai alih-alih/pengganti atas sebutan 'Wong Samin' yang mempunyai citra jelek dimata masyarakat Jawa pada abad 18 sebagai kelompok orang yang tidak jujur.Wong Sikep adalah kelompok masyarakat penganut ajaran Samin
yang disebarkan oleh Samin Surontiko (Raden Kohar)(1859-1914).Konsep ajaran Samin
Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran:

tidak bersekolah

tidak memakai peci, tapi memakai "iket", yaitu semacam kain yang diikatkandi kepala mirip orang Jawa dahulu

tidak berpoligami

tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut

tidak berdagang

Penolakan terhadap kapitalisme.Konsep Ajaran Masyarakat Samin masuk dalam kategori Budaya Masyarakat Samin :Keseimbangan , Harmonisi , Kesetaraan Keadilan. Adalah prinsip dan falsafah hidup MasySamin tetap diyakini sampai saat ini Tahun 2006 . Dengan Tradisi Lisan menjaga Budaya danTradisi Lisan kepada generasi dan keturunan tingkat ke 4 adalah suatu hal yang perlumendaatkan penelitian, yang berlanjut kepada pengakuan akan keberadaan Masayarakat Saminyang mempunyai kekhasan dalam bersikap dan bertindak. Masyarakat statis menjaga tradisiuntuk kelanggengan keyakinan.Pokok-pokok ajaran Saminisme Pokok ajaran Samin
adalah sebagai berikut:

Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda- bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari ataumembenci agama. Yang penting adalah tabiat dlam hidupnya.

Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka irihati dan jangan sukamengambil milik orang.

Bersikap sabar dan jangan sombong.

Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama denganroh dan hanya satu dibawa abadi selamanya.Menurut orang Samin, roh orangyang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.

Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan saling menghormati.
Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan Kitab Suci Orang Samin orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab suci"' itu adalah Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi,Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusasteraan Jawa.Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah negara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah " Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni.

"Riwayat hidup SaminSamin Surosentiko lahir pada 1859 dengan nama Raden Kohar di Desa Ploso Kedhiren,Randublatung Kabupaten Blora. Ayahnya bernama Raden Surowijaya atau Samin Sepuh. Ia mengubah namanya menjadi Samin Surosentiko sebab Samin adalah sebuah nama yang bernafas wong cilik. Samin Surosentiko masih mempunyai pertalian darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro dan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di Kabupaten Sumoroto ( kini menjadi daerah kecil di Kabupaten Tulungagung) pada 1802-1826.Pada 1890 Samin Surosentiko mulai mengembangkan ajarannya di daerah Klopoduwur, Blora.Banyak yang tertarik dan dalam waktu singkat sudah banyak orang menjadi pengikutnya. Saatitu pemerintah Kolonial Belanda menganggap sepi ajaran tersebut. Cuma dianggap sebagai ajaran kebatinan atau agama baru yang remeh temeh belaka.Pada 1903 residen Rembang melaporkan terdapat 722 orang pengikut Samin yang tersebar di 34desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro. Mereka giat mengembangkan ajaran Samin.Pada 1907, pengikut Samin sudah berjumlah sekitar 5000 orang. Pemerintah mulai merasa was-was sehingga banyak pengikut Samin yang ditangkap dan dipenjarakan.Pada 8 November 1907, Samin Surosentiko diangkat oleh pengikutnya sebagai Ratu Adil dengangelar Prabu Panembahan Suryangalam. Kemudian 40 hari sesudah menjadi Ratu Adil itu, Samin Surosentiko ditangkap oleh asisten Wedana Randublatung, Raden Pranolo. Beserta delapan pengikutnya, Samin lalu dibuang ke luar Jawa (ke kota Padang, Sumatra Barat), dan meninggal di Padang pada 1914.Tahun 1908, Penangkapan Samin Surosentiko tidak memadamkan gerakan Samin. Pada1908, Wongsorejo, salah satu pengikut Samin, menyebarkan ajarannya di Madiun, mengajak orang-orang desa untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Wongsorejo dengan sejumlah pengikutnya ditangkap dan dibuang keluar Jawa.Pada 1911 Surohidin, menantu Samin Surosentiko dan Engkrak salah satu pengikutnyamenyebarkan ajaran Samin di Grobogan. Karsiyah menyebarkan ajaran Samin dikawasan Kajen, Pati. Perkembangannya kemudian tidak jelas.

Tahun 1912, pengikut Samin mencoba menyebarkan ajarannya di daerah Jatirogo, KabupatenTuban, namun gagal.Puncak penyebaran gerakan Samin terjadi pada 1914. Pemerintah Belanda menaikkan pajak.Disambut oleh para pengikut Samin dengan pembangkangan dan penolakan dengan cara-caraunik. Misalnya, dengan cara menunjukkan uang pada petugas pajak,

"Iki duwite sopo? " (bahasaJawa: Ini uangnya siapa?), dan ketika sang petugas menjawab, "Yo duwitmu" (bahasa Jawa: Ya uang kamu), maka pengikut Samin akan segera memasukkan uang itu ke sakunya sendiri.Singkat kata, orang-orang Samin misalnya di daerah Purwodadi dan di Balerejo,Madiun, sudah tidak lagi menghormati pamong Desa, polisi, dan aparat pemerintah yang lain.Dalam masa itu, di Kajen Pati, Karsiyah tampil sebagai Pangeran Sendang Janur, mengimbaukepada masyarakat untuk tidak membayar pajak. Di Desa Larangan, Pati orang-orang Samin juga mengejek dan memandang para aparat desa dan polisi sebagai badut-badut belaka.Di Desa Tapelan, Bojonegoro juga terjadi perlawanan terhadap pemerintah, dengan tidak maumembayar pajak. Karena itu, teror dan penangkapan makin gencar dilakukan pemerintahBelanda terhadap para pengikut Samin.Pada tahun 1914 ini akhirnya Samin meninggal dalam pengasingannya di Sumatra Barat. Namunteror terus dilanjutkan oleh pemerintahBelanda terhadap pengikut Samin. Akibat teror ini, sekitar tahun 1930-an, perlawanan gerakan Samin terhadap pemerintah kolonial menguap dan terhenti.[sunting]Sikap Orang SaminWalaupun masa penjajahan Belanda dan Jepang telah berakhir, orang Samin tetapmenilai pemerintah Indonesia saat itu tidak jujur. oleh karenanya, ketika menikah, mereka tidak mencatatkan dirinya baik di Kantor Urusan Agama/(KUA) atau di catatan sipil.Secara umum, perilaku orang Samin/ 'Sikep' sangat jujur dan polos tetapi kritis.[sunting]Bahasa Orang Samin Mereka tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawangoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.
Pakaian Orang SaminPakaian orang Samin biasanya terdiri baju lengan panjang tidak memakai krah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untukpakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.
Sistem kekerabatanDalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa padaumumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalumengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek.Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Saminmemiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajatsekalipun tempat tinggalnya jauh.
Pernikahan bagi orang SaminMenurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alatuntuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan ³

Atmaja (U)Tama´ (anak yangmulia).Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskanmengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : ³ Sejak Nabi Adam pekerjaansaya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama«« Saya berjanji setiakepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.´Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnyayang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orangtua pengantin.Ajaran perihal Perkawinan dalam tembang Pangkur, orang Samin adalah sebagai berikut(dalam Bahasa Jawa):

Basa Jawa Terjemahan
³
Saha malih dadya garan
, "Maka yang dijadikan pedoman,
anggegulang gelunganing pembudi
, untuk melatih budi yang ditata,
 palakrama nguwoh mangun
, pernikahan yang berhasilkan bentuk,
memangun traping widya
, membangun penerapan ilmu,
kasampar kasandhung dugi prayogântuk 
,terserempet, tersandung sampai kebajikan yangdicapai,
ambudya atmaja 'tama
, bercita-cita menjadi anak yang mulia,
mugi-mugi dadi kanthi.
´ mudah-mudahan menjadi tuntunan."Sikap terhadap lingkungan Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung atau joglo. Penataan ruangnya sangat sederhana dan masih tradisional terdiri ruang tamu yng cukup luas, kamar tidur dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak  jauh dan biasanya digunakan beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar di samping rumah.Upacara dan tradisi Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran,khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.Masyarakat Samin saat ini Perubahan zaman juga berpengaruh terhadap tradisi masyarakat Samin. Mereka saat ini sudah menggunakan traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, serta menggunakan peralat rumahtangga dari plastik, aluminium dan lain-lain.

Asal-Usul Nama Blora dan Sejarah Singkat



kitlv.pictura-dp.nl


Menurut cerita rakyat, Blora berasal dari kata BELOR yang berarti Lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA. Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah.. Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata.Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA. Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur. 


Pada abad XVI Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang, yang pada saat itu masih dibawah pemerintahan Kerajaan Demak.  Daerah kekuasaan Kadipaten Jipang meliputi : Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir ( Hadiwijaya ) mewarisi tahta Demak pusat pemerintahan dipindah ke Pajang. Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang.Kerajaan Pajang tidak lama memerintah Kadipaten Jipang, karena direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Saat Kerajaan Pajang jatuh di tangan Kerajaan Mataram, Blora termasuk wilayah Mataram bagian Timur atau daerah Bang Wetan. 
Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719 ) daerah Blora diberikan kepada puteranya yang bernama Pangeran Blitar dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = � hektar ). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV, sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.

Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749) terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi Raja di Yogyakarta. Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku Bumi menjadi Raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749. Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi Raja, maka diangkat pula para pejabat yang lain, diantaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen, Wilatikta, menjadi Bupati Blora.

Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama palihan negari, karena dengan perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau pilih mundur dari jabatannya .

Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini disebabkan karena Blora terkenal dengan hutan jatinya. Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah Kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI KABUPATEN BLORA.Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.

 Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu. Pada tahun 1882 pajak kepala yang diterapkan olehPemerintah Penjajah sangat memberatkan bagi pemilik tanah ( petani ) .



Di daerah-daerah lain diJawa, kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa Cilegon padatahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora mengawali perlawananterhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin Surosentiko. Gerakan Saminsebagai gerakan petani anti kolonial lebih cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitusuatu gerakan yang tidak merupakan pemberontakan radikal. Beberapa indikator penyebab adana pemberontakan untuk menentang kolonial penjajah antara lain : Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora Perubahan pola pemakaian tanah komunal pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes petani di daerah Blora. Gerakan inimempunai corak MILLINARISME, yaitu gerakan yang menentang ketidak adilan danmengharapkan zaman emas yang makmur.
 

sumber: blorakab.go.id

Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 INFOBLA. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top